Besi beton, biasa disebut besi tulang beton (BTB) adalah salah satu material pembentuk beton struktur. Kualitas dan kuantitas besi beton yang dipakai berbanding lurus dengan dimensi beton. Artinya, semakin besar dimensi beton, ukuran dan jumlah besi beton yang dipakai juga semakin besar. Namun dalam pelaksanaannya di projek, sering ditemukan pemakaian besi beton yang tidak sesuai dengan standar SNI. Dalam bahasa lapangan disebut besi ukuran banci (non SNI/ non full), artinya lebih kecil dari standar mutu SNI yang ditetapkan. Alasan klisenya adalah penekanan cost. Masih adanya besi beton dengan ukuran banci di pasar sangat berkaitan dengan hukum pasar: demand and supply.
BESI BETON SNI DAN PRODUK TOLERANSI
Standar Nasional Indonesia (disingkat SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional). Besi beton SNI memiliki standar kekuatan tertentu. Besi beton polos standar kekuatannya sering disebut sebagai BJTP 24, sedangkan untuk besi beton ulir standar kekuatannya bertingkat mulai dari BJTS 30, 35 dan 40.
Besi beton/ besi tulang beton/ BTB adalah salah satu produk yang beredar di pasar yang memiliki toleransi dalam dimensi. Artinya ada selisih marking diameter antara besi beton yang beredar dengan diameter besi beton riel. Misalnya besi beton 8 KS Cilegon memiliki toleransi 0,1. Maka diameter riel dari besi beton ini lebih kecil 0,1 mm dari markingnya, atau diameter rielnya hanya 7,9 mm. Panjang standar seluruh besi beton adalah 12 meter, kecuali besi beton tarikan (tidak memiliki marking) memiliki panjang kurang dari 12 m.
Besi beton adalah produk yang bisa diukur (measurable). Dimensi diameter dan panjangnya jelas. Pada realitanya, toleransi yang lebih “lebar” lagi justru banyak ditemukan di pasar dalam negeri karena besi beton jenis itu memiliki pangsa pasar (market share) sendiri. Hal ini menjelaskan bahwa pangsa pasar besi beton terbentuk karena struktur pasar itu sendiri. Secara garis besar, ada 2 pangsa pasar yang terbentuk yaitu pangsa pasar (properti) pribadi dan pangsa pasar (properti) non-pribadi. Untuk pribadi, toleransi bisa diterima karena alasan menekan cost dan biasanya struktur bangunan relatif tidak berat (rumah tinggal atau lainnya). Sedangkan pangsa pasar non-pribadi adalah projek-projek swasta berstruktur berat (high rise building) dan bangunan pemerintah. Secara umum mereka sangat concern dengan kualitas SNI karena perhitungan struktur dan spesifikasi teknik telah ditetapkan konsultan perencana profesional yang ditunjuk.
Pasar besi beton (penyalur/ toko bahan bangunan, kontraktor bangunan maupun end user) cukup welcome dengan produk toleransi ini karena harganyapun juga harga “toleransi”. Berlakulah hukum pasar, ada penawaran dan permintaan. Jadi, tanpa memandang mana lebih dulu penawaran atau permintaan, apakah realita ini merugikan jika dipandang dari segi pemasaran?
BESI BETON DAN KAWAT BAJA
Serupa tapi tak sama adalah kawat baja (kawat potong). Di pasar, penjualan besi beton tumpang-tindih dengan kawat potong. Kawat yang semestinya dijual gulungan justru dijual dalam bentuk potongan sehingga menyerupai besi beton. Secara fisik, kawat potong dan besi beton sulit dibedakan karena diametemya sama-sama berukuran 6 mm - 8 mm. Ini menyalahi ketentuan dan berpotensi disalahgunakan. BTB telah bersertifikat SNI wajib, sedangkan kawat baja belum ber-SNI wajib. Kawat baja yang diklaim sebagai besi beton tersebut dijual di tingkat penyalur/ pengecer dengan tingkatan KW (kualitas) yang berbeda-beda, yakni KW 1, 2, dan 3. Hal ini memberikan peluang peredaran kawat baja yang menyerupai besi beton semakin luas dan ternyata pangsa pasar untuk produk jenis ini memang ada. Kesadaran end user untuk menggunakan produk ber-SNI wajib masih rendah. Bahkan bukan rahasia lagi bahwa banyak developer perumahan yang menggunakan produk ini (besi banci) untuk properti kelas menengah-bawah yang merka tawarkan untuk umum. Pendeknya, siapapun bisa menggunakan realita ini sesuai kepentingannya masing-masing. Bisa jadi Anda pun ikut menikmatinya bukan?
PELUANG DAN PESAING BESI BETON
Pasar besi betonnon full yang riel ini merupakan peluang usaha yang cukup menggiurkan bagi fabrikan lokal dengan skala usaha kecil sampai menengah. Selain alasan pasar, ada beberapa faktor yang ikut mendukung kondisi tersebut, antara lain: pemerintah belum memberikan ketegasan tentang produk besi yang wajib ber-SNI (penerapan sanksi), peraturan keselamatan kerja dan lingkungan yang longgar, serta kemudahan memperoleh bahan baku (scrab). Bukan tidak mungkin pula jika investor dari mancanegara ikut berebut kue yang lumayan besar ini. Inilah pesaing serius bagi fabrikan lokal. Kembali lagi ke kita sebagai end user. Apakah kita masih bermain dengan toleransi yang mengorbankan mutu properti kita, atau kita mulai sadar dengan tidak mau memiliki properti dengan mutu konstruksi yang serba pas-pasan? Atau kita bahkan ikut nimbrung menangkap peluang di pasar yang serba toleransi ini?